Rabu, 18 Desember 2013

Hasil Konvensi Ujian Nasional

Konvensi   Ujian   Nasional   (UN)   yang   diselenggarakan   oleh   Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  (Kemdikbud)  mulai  tanggal  26  sampai  dengan  27 September 2013 bertujuan untuk mencari model penyelenggaraan UN yang kredibel, reliabel, dan akuntabel. Konvensi UN dihadiri oleh perwakilan dari berbagai kelompok di antaranya guru dan kepala sekolah jenjang pendidikan dasar dan menengah negeri dan swasta, lembaga swadaya masyarakat pendidikan dan masyarakat peduli pendidikan, dewan pendidikan dan komite sekolah, serta asosiasi yang bergerak di bidang pendidikan. Di samping itu, konvensi dihadiri perwakilan dinas pendidikan dan dinas agama baik di tingkat pusat, provinsi, serta kabupaten/kota juga. 
Konvensi UN menyepakati bahwa UN tetap dilaksanakan sebagai sarana untuk mengukur   prestasi   belajar   siswa.   Sebagaimana   diamanatkan   pada   Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 (jo. PP 32 tahun 2013) tentang Standar Nasional Pendidikan, hasil UN digunakan untuk pemetaan, sarana seleksi untuk melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, serta pembinaan. Diskusi  pada  konvensi  tersebut  memustakan  pada  pada  dua topik  yaitu menejemen UN dan penentuan kelulusan. 
Berikut adalah hasil dari konvensi tersebut :
A.  Manajemen UN
Kesimpulan diskusi tentang menejemen UN adalah sebagai berikut:
1.    Penentuan kisi-kisi UN, dan pembuatan soal melibatkan pendidik dan para ahli dengan mekanisme ditetapkan oleh pemerintah pusat.
2.   Penyusunan  kisi-kisi  dilakukan  oleh  pemerintah  pusat,  sedangkan  proses penyusunan soal diawasi oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.
3.    Penggandaan dan pencetakan dilakukan di provinsi dengan pengawasan dari pemerintah pusat dan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta (PTN/PTS).
4.      Pendistribusian   dilakukan   oleh   pemerintah   provinsi   dan   kabupaten/kota.
Distribusi soal UN dari provinsi ke kabupaten/kota dilakukan oleh pemerintah provinsi, sedangkan  distribusi  dari  kabupaten/kota  ke  satuan  pendidikan dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.
5.    Untuk menjamin keamanan dan mencegah kebocoran soal, pendistribusian baik dari   provinsi  ke kabupaten/kota  maupun  dari  kabupaten/kota  ke  satuan pendidikan melibatkan kepolisian dan PTN/PTS.
6.   Penyerahan soal UN dari provinsi ke kabupaten/kota dan dari kabupaten/kota kepada satuan pendidikan disertai dengan berita acara.
7.     Pengawasan pelaksanaan UN pada tingkat satuan pendidikan dilakukan oleh dewan pendidikan, PTN/PTS, dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).
8.      Pengawasan di ruang ujian dilakukan oleh guru secara silang.
9.     Pemindaian Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN) SMA/MA/SMALB/SMK/ Paket C dilakukan oleh perguruan tinggi, SMP/MTs/SMPLB/Paket B/Wustha dilakukan oleh dinas pendidikan provinsi, dan SD/MI/Paket A/Ula dilakukan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota.
10.  Kecurangan dalam pelaksanaan UN harus diikuti sanksi yang tegas.

B.  Penentuan Kelulusan
1.      Kelulusan UN ditentukan berdasarkan rasio 60% nilai UN dan 40% nilai sekolah.
Komposisi nilai sekolah terdiri atas 70% nilai rapor dan 30% ujian sekolah.
2.      Batas kelulusan dari tahun ke tahun dinaikan secara bertahap.
3.      Nilai rapor harus dikirim setiap semester dan pengiriman dilakukan secara daring (on-line).
4.  Untuk meningkatkan kredibilitas dan reliabialitas UN maka ke depan dilakukan perbaikan-perbaikan sebagai berikut (a)  UN mengukur ranah kognitif yang lebih tinggi (higher order thinking). Untuk itu, setiap soal diberi bobot berdasarkan pada tingkat kesulitan dan kompleksitas kompetensi yang diukur, (b) rasio kelulusan menjadi 100% ujian sekolah dan 100% UN. Hal ini berarti bahwa setiap  siswa  yang  akan  mengikuti  ujian  nasional  harus  lulus  ujian  sekolah terlebih dahulu.
5.  Untuk UN yang lebih kredibel dan reliabel dikembangkan peta jalan (roadmap) yang secara komprehensif mempertimbangkan berbagai aspek.
6.     Untuk menentukan intervensi peningkatan mutu yang lebih merata dan berkeadilan, pemanfaatan nilai UN sebagai dasar intervensi peningkatan mutu pendidikan pada tingkat satuan pendidikan perlu untuk segara dilaksanakan.
7.    Untuk menunjang penerimaann siswa baru pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, penggunaan nilai UN sebagai dasar penerimaan segera diterapkan.

Rabu, 17 Juli 2013

Kemenag Tunda Kurikulum 2013


JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Agama menunda pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang berada di bawah Kementerian Agama, seperti madrasah ibtidaiyah (setingkat SD), madrasah tsanawiyah (SMP), dan madrasah aliyah (SMU). Sekolah-sekolah tersebut akan melaksanakan Kurikulum 2013 secara bertahap mulai tahun ajaran 2014.

”Kami belum siap jika harus melaksanakan Kurikulum 2013 pada Juli tahun ini,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama (Kemenag), Nur Syam, di Jakarta, Senin (17/6).

Menurut Nur Syam, Kemenag tidak memiliki anggaran untuk implementasi Kurikulum 2013 pada tahun ajaran ini. ”Rencana perubahan kurikulum di pertengahan tahun ketika daftar isian pelaksanaan anggaran sudah disetujui,” kata Nur Syam.

Meski demikian, Kemenag sudah menjalankan program pendukung pelaksanaan Kurikulum 2013, seperti sosialisasi kurikulum baru, pelatihan guru, penyusunan pedoman, dan pembuatan buku teks. Anggaran untuk program pendukung Kurikulum 2013 baru saja disetujui DPR.

Pada tahun 2014, kata Nur Syam, pelaksanaan Kurikulum 2013 dilakukan bertahap. Di madrasah ibtidaiyah (MI), Kurikulum 2013 diterapkan di kelas I dan IV terlebih dahulu, kemudian di madrasah tsanawiyah (MTs) di kelas VII, serta di madrasah aliyah (MA) di kelas X. ”Tidak ada proyek percontohan. Semua madrasah yang melaksanakan Kurikulum 2013 harus mulai pada tahun ajaran baru 2014,” ujar Nur Syam.

Berdasarkan data Kemenag, pada tahun 2011 terdapat 22.468 MI, 14.757 MTs, dan 6.415 MA.

Sudah disosialisasikan

Kepala MI Negeri Jejeran, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Ahmad Musyadad mengatakan, informasi penundaan pelaksanaan Kurikulum 2013 di madrasah sudah disosialisasikan. ”Kami mengikuti keputusan pemerintah. Jika guru dipersiapkan secara baik dengan pelatihan yang memadai, tentu implementasi Kurikulum 2013 juga akan berhasil baik,” katanya.

Agus Hariyadi, guru kelas II MIN Jejeran, mengatakan, untuk guru di jenjang MI, pembelajaran tematik sudah dilaksanakan. ”Namun, untuk tematik integratif, kan, berbeda. Perlu pelatihan yang cukup supaya guru tidak kebingungan. Kami berharap pelatihan guru yang dimantapkan,” ujar Agus.

Adapun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tetap yakin dapat mengimplementasikan kurikulum baru mulai 15 Juli 2013. Pelaksanaan Kurikulum 2013 dimulai di kelas I dan IV (SD), kelas VII (SMP), serta kelas X (SMA/SMK).

Implementasi Kurikulum 2013 hanya dilakukan di 6.325 sekolah di 295 kabupaten/kota di 33 provinsi, yakni jenjang SD diterapkan di 2.598 sekolah, jenjang SMP di 1.436 sekolah, jenjang SMA di 1.270 sekolah, serta SMK di 1.021 sekolah. (ELN)
 
Sumber : Kompas Cetak
Editor : Caroline Damanik