Disiplin dalam bertugas, Dewasa dalam bertindak, dan Dinamis dalam kegiatan.
Selasa, 24 Desember 2013
Rabu, 18 Desember 2013
Hasil Konvensi Ujian Nasional
Konvensi Ujian Nasional
(UN) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemdikbud) mulai
tanggal 26 sampai
dengan 27 September
2013 bertujuan untuk mencari model penyelenggaraan UN yang kredibel,
reliabel, dan akuntabel. Konvensi UN dihadiri oleh perwakilan dari berbagai kelompok di antaranya guru dan kepala sekolah jenjang pendidikan
dasar dan menengah negeri dan swasta, lembaga swadaya masyarakat
pendidikan dan masyarakat peduli pendidikan, dewan pendidikan dan komite sekolah, serta asosiasi yang bergerak di bidang pendidikan. Di samping itu, konvensi
dihadiri perwakilan dinas pendidikan dan dinas agama baik di tingkat pusat,
provinsi, serta kabupaten/kota juga.
Konvensi UN menyepakati bahwa UN tetap dilaksanakan sebagai sarana untuk mengukur prestasi
belajar siswa. Sebagaimana diamanatkan pada
Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005 (jo. PP 32 tahun 2013)
tentang Standar Nasional Pendidikan, hasil UN digunakan untuk pemetaan, sarana seleksi
untuk melanjutkan pada jenjang pendidikan
yang lebih tinggi, serta pembinaan.
Diskusi pada
konvensi tersebut memustakan pada pada dua topik
yaitu menejemen UN dan penentuan kelulusan.
Berikut adalah
hasil dari konvensi
tersebut :
A.
Manajemen UN
Kesimpulan diskusi
tentang menejemen UN adalah sebagai berikut:
1. Penentuan kisi-kisi UN, dan pembuatan soal melibatkan pendidik dan para ahli
dengan mekanisme ditetapkan oleh pemerintah pusat.
2. Penyusunan kisi-kisi dilakukan oleh
pemerintah pusat,
sedangkan proses
penyusunan soal diawasi
oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan.
3. Penggandaan dan pencetakan
dilakukan di provinsi
dengan pengawasan dari pemerintah pusat dan
perguruan tinggi baik negeri
maupun swasta (PTN/PTS).
4.
Pendistribusian dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Distribusi soal UN dari provinsi ke kabupaten/kota
dilakukan oleh pemerintah provinsi, sedangkan distribusi dari
kabupaten/kota ke
satuan pendidikan
dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.
5. Untuk
menjamin keamanan dan mencegah kebocoran
soal, pendistribusian baik dari provinsi
ke kabupaten/kota
maupun dari kabupaten/kota
ke satuan pendidikan
melibatkan kepolisian dan
PTN/PTS.
6. Penyerahan soal UN dari provinsi ke kabupaten/kota dan dari kabupaten/kota
kepada satuan pendidikan disertai dengan berita acara.
7. Pengawasan pelaksanaan UN pada tingkat satuan pendidikan dilakukan oleh dewan pendidikan, PTN/PTS,
dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).
8.
Pengawasan di ruang ujian dilakukan oleh guru secara silang.
9. Pemindaian Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN) SMA/MA/SMALB/SMK/ Paket
C dilakukan oleh perguruan tinggi,
SMP/MTs/SMPLB/Paket B/Wustha dilakukan oleh
dinas pendidikan provinsi, dan SD/MI/Paket
A/Ula dilakukan oleh dinas
pendidikan kabupaten/kota.
10. Kecurangan
dalam pelaksanaan UN harus diikuti sanksi yang tegas.
B.
Penentuan Kelulusan
1.
Kelulusan UN ditentukan berdasarkan rasio 60% nilai UN dan 40% nilai sekolah.
Komposisi nilai sekolah terdiri atas 70% nilai rapor dan
30% ujian sekolah.
2.
Batas kelulusan dari tahun ke
tahun dinaikan secara bertahap.
3.
Nilai
rapor harus dikirim
setiap semester dan pengiriman dilakukan secara daring
(on-line).
4. Untuk
meningkatkan kredibilitas dan reliabialitas
UN maka ke depan dilakukan
perbaikan-perbaikan sebagai
berikut (a) UN mengukur ranah kognitif yang lebih tinggi (higher order thinking). Untuk itu, setiap soal diberi bobot berdasarkan
pada tingkat kesulitan dan kompleksitas kompetensi yang diukur, (b) rasio
kelulusan menjadi 100% ujian sekolah
dan 100% UN. Hal ini berarti bahwa setiap siswa yang akan mengikuti ujian
nasional harus lulus ujian
sekolah terlebih dahulu.
5. Untuk
UN yang lebih
kredibel dan reliabel dikembangkan peta jalan (roadmap) yang
secara komprehensif mempertimbangkan
berbagai aspek.
6. Untuk
menentukan intervensi peningkatan mutu yang lebih merata dan
berkeadilan, pemanfaatan nilai UN sebagai dasar intervensi
peningkatan mutu pendidikan
pada tingkat satuan pendidikan perlu untuk segara dilaksanakan.
7. Untuk
menunjang penerimaann
siswa baru pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi, penggunaan nilai UN
sebagai dasar penerimaan segera diterapkan.
Rabu, 17 Juli 2013
Kemenag Tunda Kurikulum 2013
JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Agama menunda pelaksanaan Kurikulum 2013 di
sekolah-sekolah yang berada di bawah Kementerian Agama, seperti madrasah
ibtidaiyah (setingkat SD), madrasah tsanawiyah (SMP), dan madrasah aliyah
(SMU). Sekolah-sekolah tersebut akan melaksanakan Kurikulum 2013 secara
bertahap mulai tahun ajaran 2014.
”Kami belum siap jika harus melaksanakan Kurikulum 2013 pada Juli tahun ini,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama (Kemenag), Nur Syam, di Jakarta, Senin (17/6).
Menurut Nur Syam, Kemenag tidak memiliki anggaran untuk implementasi Kurikulum 2013 pada tahun ajaran ini. ”Rencana perubahan kurikulum di pertengahan tahun ketika daftar isian pelaksanaan anggaran sudah disetujui,” kata Nur Syam.
Meski demikian, Kemenag sudah menjalankan program pendukung pelaksanaan Kurikulum 2013, seperti sosialisasi kurikulum baru, pelatihan guru, penyusunan pedoman, dan pembuatan buku teks. Anggaran untuk program pendukung Kurikulum 2013 baru saja disetujui DPR.
Pada tahun 2014, kata Nur Syam, pelaksanaan Kurikulum 2013 dilakukan bertahap. Di madrasah ibtidaiyah (MI), Kurikulum 2013 diterapkan di kelas I dan IV terlebih dahulu, kemudian di madrasah tsanawiyah (MTs) di kelas VII, serta di madrasah aliyah (MA) di kelas X. ”Tidak ada proyek percontohan. Semua madrasah yang melaksanakan Kurikulum 2013 harus mulai pada tahun ajaran baru 2014,” ujar Nur Syam.
Berdasarkan data Kemenag, pada tahun 2011 terdapat 22.468 MI, 14.757 MTs, dan 6.415 MA.
Sudah disosialisasikan
Kepala MI Negeri Jejeran, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Ahmad Musyadad mengatakan, informasi penundaan pelaksanaan Kurikulum 2013 di madrasah sudah disosialisasikan. ”Kami mengikuti keputusan pemerintah. Jika guru dipersiapkan secara baik dengan pelatihan yang memadai, tentu implementasi Kurikulum 2013 juga akan berhasil baik,” katanya.
Agus Hariyadi, guru kelas II MIN Jejeran, mengatakan, untuk guru di jenjang MI, pembelajaran tematik sudah dilaksanakan. ”Namun, untuk tematik integratif, kan, berbeda. Perlu pelatihan yang cukup supaya guru tidak kebingungan. Kami berharap pelatihan guru yang dimantapkan,” ujar Agus.
Adapun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tetap yakin dapat mengimplementasikan kurikulum baru mulai 15 Juli 2013. Pelaksanaan Kurikulum 2013 dimulai di kelas I dan IV (SD), kelas VII (SMP), serta kelas X (SMA/SMK).
Implementasi Kurikulum 2013 hanya dilakukan di 6.325 sekolah di 295 kabupaten/kota di 33 provinsi, yakni jenjang SD diterapkan di 2.598 sekolah, jenjang SMP di 1.436 sekolah, jenjang SMA di 1.270 sekolah, serta SMK di 1.021 sekolah. (ELN)
”Kami belum siap jika harus melaksanakan Kurikulum 2013 pada Juli tahun ini,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama (Kemenag), Nur Syam, di Jakarta, Senin (17/6).
Menurut Nur Syam, Kemenag tidak memiliki anggaran untuk implementasi Kurikulum 2013 pada tahun ajaran ini. ”Rencana perubahan kurikulum di pertengahan tahun ketika daftar isian pelaksanaan anggaran sudah disetujui,” kata Nur Syam.
Meski demikian, Kemenag sudah menjalankan program pendukung pelaksanaan Kurikulum 2013, seperti sosialisasi kurikulum baru, pelatihan guru, penyusunan pedoman, dan pembuatan buku teks. Anggaran untuk program pendukung Kurikulum 2013 baru saja disetujui DPR.
Pada tahun 2014, kata Nur Syam, pelaksanaan Kurikulum 2013 dilakukan bertahap. Di madrasah ibtidaiyah (MI), Kurikulum 2013 diterapkan di kelas I dan IV terlebih dahulu, kemudian di madrasah tsanawiyah (MTs) di kelas VII, serta di madrasah aliyah (MA) di kelas X. ”Tidak ada proyek percontohan. Semua madrasah yang melaksanakan Kurikulum 2013 harus mulai pada tahun ajaran baru 2014,” ujar Nur Syam.
Berdasarkan data Kemenag, pada tahun 2011 terdapat 22.468 MI, 14.757 MTs, dan 6.415 MA.
Sudah disosialisasikan
Kepala MI Negeri Jejeran, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Ahmad Musyadad mengatakan, informasi penundaan pelaksanaan Kurikulum 2013 di madrasah sudah disosialisasikan. ”Kami mengikuti keputusan pemerintah. Jika guru dipersiapkan secara baik dengan pelatihan yang memadai, tentu implementasi Kurikulum 2013 juga akan berhasil baik,” katanya.
Agus Hariyadi, guru kelas II MIN Jejeran, mengatakan, untuk guru di jenjang MI, pembelajaran tematik sudah dilaksanakan. ”Namun, untuk tematik integratif, kan, berbeda. Perlu pelatihan yang cukup supaya guru tidak kebingungan. Kami berharap pelatihan guru yang dimantapkan,” ujar Agus.
Adapun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tetap yakin dapat mengimplementasikan kurikulum baru mulai 15 Juli 2013. Pelaksanaan Kurikulum 2013 dimulai di kelas I dan IV (SD), kelas VII (SMP), serta kelas X (SMA/SMK).
Implementasi Kurikulum 2013 hanya dilakukan di 6.325 sekolah di 295 kabupaten/kota di 33 provinsi, yakni jenjang SD diterapkan di 2.598 sekolah, jenjang SMP di 1.436 sekolah, jenjang SMA di 1.270 sekolah, serta SMK di 1.021 sekolah. (ELN)
Sumber : Kompas Cetak
Editor : Caroline Damanik
Langganan:
Postingan (Atom)